DPRD DIY Beberkan Keunikan Sistem Demokrasi Tanpa Pilkada
Di ruang Badan Anggaran DPRD DIY, Jumat (17/10/2025), puluhan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang menyodorkan pertanyaan yang jarang terdengar di parlemen daerah lain: bagaimana mengawasi Gubernur yang tak dipilih langsung, dan bagaimana hukum berjalan di daerah istimewa?
Mereka diterima langsung Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, yang dengan gamblang membeberkan keunikan sistem hukum dan politik di tanah istimewa ini. “Kalau di daerah lain peraturan turunannya bisa dari pemerintah pusat, di DIY langsung dari undang-undang ke Perdais. Jadi di sini ada keunikan hukum tersendiri,” ujar Eko Suwanto, memecah keheningan.
Perdais atau Peraturan Daerah Istimewa, tegasnya, adalah turunan langsung UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Itu yang membedakannya dari Perda biasa. Kekhususan itu pula yang membuat mekanisme pengawasan terhadap Gubernur DIY—yang dijabat Sri Sultan Hamengkubuwono X—berjalan dengan pola berbeda.
“Mekanisme pengawasan dilakukan melalui pansus dan forum pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur setiap tahun,” jelasnya. Meski tak dipilih langsung, Eko menegaskan demokrasi di DIY tak mandek. “Indeks Demokrasi Indonesia 2024 menempatkan DIY sebagai daerah dengan capaian terbaik nasional.”
Tak cuma soal relasi dengan Gubernur, isu anggaran juga mengemuka. Di tengah tekanan pemangkasan anggaran, DPRD dan Pemda sepakat menghindari jalan pintas: menaikkan pajak. “Kami sepakat tidak menaikkan pajak, tapi fokus pada optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja,” tegas Eko. Langkah konkretnya? “Misalnya, perjalanan dinas luar negeri yang tidak prioritas dibatalkan untuk penghematan.”
Dalam diskusi yang berlangsung interaktif itu, Eko tak sekadar memberi jawaban prosedural. Ia membuka ruang kritis bagi para calon ahli hukum itu. “Silakan terus belajar dan berdiskusi. DPRD DIY terbuka bagi mahasiswa untuk berdialog, berdiskusi, bahkan mengkritik. Dari situ kita bisa tumbuh bersama membangun demokrasi yang sehat.”
Kunjungan itu bukan sekadar studi banding formal. Ia menjadi semacam kelas langsung tentang bagaimana hukum dan demokrasi bekerja dalam ruang yang tak sepenuhnya sama dengan daerah lain. Sebuah catatan penting di tengah wacana desentralisasi asimetris yang kian mengemuka.





