Lomba Hantaru 2025, Ajang Kreatif Wujudkan Jogja yang Tertata!
Suara riuh warga dan semangat perubahan terasa di Umbulharjo sore itu. Pemerintah Kota Jogja lewat Dinas Pertanahan dan Tata Ruang kembali menggelar Lomba Hantaru 2025, dengan tema yang bikin senyum sekaligus mikir: Padhang Resik Jogjaku. Sebuah ajakan halus tapi kuat, supaya Jogja bukan cuma indah di cerita, tapi juga tertata dan bersih di kenyataan.
Ringkasan Artikel:
- Hantaru 2025 kembali digelar dengan semangat tata ruang dan kebersihan kota.
- Wahyu Handoyo ajak masyarakat ikut lomba yang bernilai perubahan sosial.
- Dua gerakan utama: penataan reklame dan pengelolaan sampah dari rumah.
- Puncak acara bakal jadi momen penghargaan bagi karya paling berdampak.
Hantaru 2025 Ajak Warga Wujudkan Jogja yang Tertata dan Bersih
Masuk bulan Oktober, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kota Jogja mulai ramai lagi. Agenda tahunan Hantaru (Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional) kembali digelar, dan tahun ini bertajuk Padhang Resik Jogjaku. Sebuah tema yang bukan cuma simbolik, tapi punya makna mendalam tentang ruang hidup yang bersih, tertib, dan berkelanjutan.
Kepala Dinas, Wahyu Handoyo, menegaskan kalau Hantaru bukan sekadar upacara tahunan. “Kami ingin peringatan ini jadi gerakan nyata untuk menumbuhkan kesadaran soal tata ruang dan kebersihan lingkungan,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Diskominfo Kota Jogja.
Sejak 2022, Lomba Hantaru jadi agenda rutin yang selalu ditunggu. Tahun ini ada empat kategori—foto, poster, esai, dan video pendek—dengan total hadiah Rp70 juta. Pendaftarannya terbuka untuk siapa pun lewat tautan bit.ly/KetentuanLombaHantaru2025, tanpa batas domisili.
Wahyu Handoyo: Dari Seremonial ke Gerakan Nyata Masyarakat
Wahyu menyebut, Hantaru harus jadi ruang partisipatif, bukan hanya acara instansi. Ia juga mengundang jurnalis dan kreator konten ikut berperan lewat karya visual dan cerita yang bisa menggugah kesadaran publik. “Kalau satu foto bisa bikin orang berhenti buang sampah sembarangan, itu sudah kemenangan,” katanya.
Tema Padhang Resik Jogjaku punya dua turunan menarik: Pepadhang Resik Jogja dan Mas Jos (Masyarakat Jogja Olah Sampah). Keduanya menggambarkan keseimbangan antara ruang visual kota dan pengelolaan sampah fisik.
Menurut Wahyu, dua hal ini sering kali luput dari perhatian. Reklame berantakan bikin kota terasa semrawut, sementara sampah yang tak diolah menciptakan masalah yang lebih dalam. Melalui dua gerakan ini, warga diajak melihat kebersihan bukan cuma urusan petugas, tapi tanggung jawab bersama.
Gerakan Mas Jos dan Pepadhang Resik, Dua Sisi Jogja yang Berbenah
Pepadhang Resik Jogja fokus pada penataan reklame dan pengendalian pemanfaatan ruang publik. Tujuannya sederhana: biar wajah kota nggak penuh “sampah visual” yang bikin mata lelah.
Sementara Mas Jos muncul dari keresahan lain—sampah rumah tangga. Lewat gerakan ini, masyarakat diajak untuk olah sampah dari rumah sendiri. Mulai dari memilah, mengurangi, sampai mendaur ulang jadi hal bernilai. “Kalau sampah fisik dikelola dan sampah visual ditata, Jogja bakal benar-benar padhang lan resik,” terang Wahyu.
Gerakan ini juga jadi bentuk nyata dari nilai-nilai lokal seperti guyub dan gotong royong. Karena perubahan besar kadang dimulai dari langkah kecil yang dilakukan bersama.
Dari Lomba ke Harapan Baru untuk Wajah Kota Jogja
Rangkaian Lomba Hantaru 2025 bakal ditutup dengan acara puncak di akhir November nanti. Di sana, karya terbaik dari empat kategori akan diumumkan dan diberikan penghargaan oleh Pemkot Jogja.
Bagi Wahyu, lomba ini bukan soal hadiah, tapi soal dampak. “Kalau sebuah karya bisa menyalakan kesadaran, itulah kemenangan sejati,” ujarnya menutup.
Lewat Padhang Resik Jogjaku, Jogja seakan diajak bercermin: seberapa peduli kita menjaga ruang bersama. Karena kota yang bersih dan tertata bukan cuma tanggung jawab pemerintah, tapi juga cerminan warganya.





