Notifikasi
General

Warga Usul Dana MBG Dialihkan Selamatkan Kantin Sekolah

Aspirasi warga yang selama ini kerap tenggelam dalam dokumen perencanaan resmi kini mendapat kanal hukum baru. Anggota DPRD DIY Akhid Nuryati secara terbuka mendorong masyarakat untuk memanfaatkan Perda Nomor 2 Tahun 2025 guna mengawal program pembangunan di daerah mereka. Dorongan ini bukan sekadar imbauan biasa, melainkan respons atas kritik langsung warga terhadap program yang dinilai "tidak tepat sasaran".

“Harapan saya, masyarakat mengetahuinya dan bisa berpartisipasi dalam pembangunan,” tegas Akhid usai sosialisasi perda di Kalurahan Tawangsari, Kulon Progo, Minggu (16/3). Politikus PDI Perjuangan dapil Kulon Progo ini menegaskan, partisipasi itu bukan hanya lewat musrenbang berjenjang, tapi juga melalui mekanisme pengawasan langsung.

Kritik warga pun mengalir. Di Banguncipto, Kapanewon Sentolo, sejumlah ibu-ibu dan bapak-bapak menyinggung program Makanan Bergizi (MBG) yang dinilai "kurang pas". Akhid menirukan keluhan mereka, “Programnya bagus, hanya implementasinya atau mekanismenya, teknisnya yang kurang bagus. ‘Bagaimana kalau itu diserahkan ke sekolahan-sekolahan untuk memberdayakan kantin sekolah biar enggak tutup, kasihan,’” ujarnya menirukan warga.

Keluhan seperti inilah, menurut Akhid, yang seharusnya tidak berhenti di obrolan warung kopi. “Masyarakat Banguncipto yang merasakan ketidaktepatan pelaksanaan MBG bisa menarasikan atau menuliskan usulan konstruktif kepada Dinkes atau bahkan kepada DPRD,” paparnya. Namun, ia mengingatkan, proses penyampaian aspirasi harus tetap beretika. “Tidak kemudian sekadar hujatan atau makian karena tidak akan menyelesaikan masalah.”

Perda baru ini juga disebut bisa menjawab persoalan aset mangkrak. “Aset-aset desa atau aset pemkab yang mangkrak ini, bisa dimanfaatkan dan dikerjasamakan untuk pemberdayaan masyarakat. Orientasinya untuk pemberdayaan ekonomi,” jelas Akhid.

Ia juga menyoroti program delegatif pusat, seperti Koperasi Merah Putih, yang dinilai membebani aparat desa. “Jangan dibiarkan lurah dan perangkatnya menafsirkan dan melaksanakan aturan sendiri-sendiri tanpa pendampingan. Jangan sampai nanti ada masalah, karena program nasional ini sifatnya mandatori,” tandasnya. Ia meminta Pemkab Kulon Progo peka terhadap "suasana kebatinan" para lurah yang menjalankan program tersebut.

Tim Ahli Ketua DPRD DIY, Badan Anggaran Istana, menambahkan bahwa perda ini lahir dari keprihatinan akan menipisnya kepekaan sosial masyarakat. “Ada jalan berlubang, rusak, longsor, pohon tumbang, atau kegiatan pembangunan yang tidak sesuai bestek, masyarakat cuek dan tidak peduli,” ujarnya.

Dengan perda ini, partisipasi publik diatur secara detail sejak perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga evaluasi. “Dengan pengaktifan perda ini, mudah-mudahan partisipasi masyarakat meningkat dan kualitas pembangunan menjadi lebih partisipatif, tepat sasaran, efektif, dan tidak ada kebocoran,” harapnya.

Kini, bola ada di tangan warga. Apakah kanal baru ini akan menjadi senjata efektif untuk membenahi pembangunan dari akar rumput, atau hanya menjadi dokumen tambahan yang ikut mangkrak, sangat bergantung pada aksi nyata masyarakat.

Kembali ke atas