Notifikasi
General

Demo Rusuh Tak Surutkan Minat Wisatawan, Okupansi Hotel Jogja Capai 70 Persen


Libur Maulid Nabi 2025 jadi kejutan manis buat hotel di Yogyakarta. Okupansi tembus 70 persen di pusat kota, jauh melampaui target. Padahal beberapa hari sebelumnya kota ini sempat panas karena aksi demo.

Ringkasan Berita
  • Okupansi hotel Jogja saat libur Maulid naik hingga 70 persen
  • Malioboro jadi pusat keramaian wisatawan selama libur panjang
  • Sri Sultan turun tangan menenangkan demo bikin wisata aman
  • Sport tourism diproyeksikan jadi daya tarik baru Jogja
  • Kebijakan libur mendadak dinilai merugikan industri hotel

Okupansi Hotel Jogja Tembus 70 Persen Meski Sebelumnya Penuh Demo

Data PHRI DIY bikin senyum manis, rata-rata okupansi 50 persen bahkan di Malioboro bisa 70 persen. Target awal cuma 40 persen. PT KAI juga kebanjiran penumpang, ada 28 ribu lebih orang turun di Jogja. Liburan panjang bikin dompet hotel gemuk lagi.

Lonjakan tamu ini jadi bukti kalau wisatawan masih jatuh cinta pada Jogja. Bahkan suasana panas akibat demo tak menyurutkan niat mereka. Wisata tetap jalan, hotel tetap laku, ekonomi pun ikut menggeliat. Yang kalah cuma ekspektasi pesimis.

Kalau kata anak sekarang, vibes Jogja tetap aman. Mau ribut demo atau tidak, wisatawan tetap datang karena magnet Jogja terlalu kuat buat ditolak. Malioboro tetap penuh, angkringan tetap ramai, dan hotel tetap jadi rebutan kamar.

Perbandingan Liburan Lebaran dan Maulid Bikin Hotel Merasa Hidup Lagi

Kalau ditarik mundur, libur Lebaran 2025 kemarin justru bikin hotel nangis. Angka okupansi cuma 30 sampai 60 persen, bahkan Sleman hanya 51 persen. Turun dari tahun lalu yang bisa hampir 60 persen.

Penyebabnya klasik, mulai dari larangan outing class, anggaran ditekan, sampai kecelakaan laut yang bikin wisatawan waswas. Jadi liburan yang mestinya ramai malah jadi suam-suam kuku. Hotel cuma bisa pasrah hitung kerugian.

Nah, Maulid Nabi kali ini beda cerita. Angka melonjak, tamu datang berbondong-bondong, dan suasana lebih hidup. Dari sisi bisnis, ini kayak oase di tengah padang pasir. Akhirnya hotel punya alasan buat tersenyum lagi.

Peran Gubernur dan Budaya Lokal Jadi Pendingin Situasi Panas

Salah satu kunci tenangnya Jogja adalah langkah Sri Sultan yang turun langsung menemui massa demo. Gaya khasnya yang kalem bikin suasana cair. Dari yang tadinya tegang berubah jadi adem. Wisatawan pun merasa aman.

Tak hanya Sultan, abdi dalem dan bregada juga ikut hadir. Sambutan budaya ini bikin aksi terasa lebih Jogja, ada nilai kultural yang bisa menahan konflik. Demo jadi lebih damai, tanpa bikin wisatawan kabur ketakutan.

Narasi aman ini kemudian dipompa PHRI DIY. Lewat kampanye bahwa Jogja tetap ramah wisatawan, kepercayaan publik pelan-pelan balik. Hasilnya terasa langsung di hotel yang penuh tamu selama liburan.

Dampak Demo Bikin Wisman Galau Namun Citra Positif Masih Menang

Ketua GIPI DIY sempat mengingatkan kalau keamanan itu nomor satu buat pariwisata. Wisman asal Eropa gampang sekali geser destinasi kalau lihat ada kericuhan. Mereka lebih pilih aman ke negara tetangga.

Tapi untungnya, citra positif Jogja masih bisa menutup rasa khawatir itu. Industri sadar pariwisata adalah mesin ekonomi daerah. Maka menjaga kondusivitas jadi PR semua pihak, bukan cuma aparat atau pelaku bisnis.

Apresiasi pun muncul untuk aksi damai yang tetap mengedepankan etika. Demonstrasi di Jogja jadi unik, bisa ramai tapi tetap tertib. Itulah yang akhirnya menyelamatkan wajah pariwisata di mata dunia.

Tantangan Baru Pariwisata Jogja Ada di Kebijakan Libur Mendadak

Meski angka okupansi naik, tantangan tetap ada. Pemerintah kadang bikin kebijakan libur mendadak. Contohnya Agustus lalu, libur tambahan kemerdekaan diumumkan cuma dua minggu sebelumnya. Hasilnya ya sepi, hotel tidak sempat panen tamu.

Pelaku usaha berharap aturan begini bisa lebih tertib. Kalau libur diumumkan jauh-jauh hari, wisatawan punya waktu buat booking dan merencanakan liburan. Industri pun bisa menyiapkan strategi lebih matang.

Selain itu, promosi mandiri juga digencarkan. PHRI bahkan bikin acara Guyub Rukun Sesarengan 9 di Malang, murni modal iuran anggota. Kreativitas jadi kunci, apalagi pemerintah tidak selalu hadir dengan dukungan nyata.

Sport Tourism dan Sertifikasi Jadi Senjata Baru Bikin Wisata Lebih Keren

Strategi lain adalah memperkuat sertifikasi keamanan. Wisatawan butuh jaminan, entah soal hotel atau atraksi. Begitu label aman terpasang, mereka lebih percaya untuk datang.

Lalu ada sport tourism yang digadang-gadang jadi tren. Event olahraga dikemas sebagai daya tarik wisata. Jogja mau tampil beda, bukan cuma destinasi budaya tapi juga arena aktivitas seru.

Kalender event DIY 2025 pun sudah memasukkan agenda sport tourism. Ini jadi senjata baru menarik segmen wisatawan muda yang cari pengalaman aktif. Tidak lagi sekadar jalan-jalan, tapi juga ikut event yang memacu adrenalin.

Optimisme Baru Pariwisata Jogja Siap Tancap Gas ke Masa Depan

Pemulihan okupansi ini jadi sinyal positif untuk masa depan. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo, menegaskan komitmen pada pariwisata berkelanjutan. Fokusnya ada di pelestarian budaya dan digitalisasi anggota.

Kolaborasi jadi kata kunci. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus satu suara menjaga momentum ini. Kalau semua jalan bareng, Jogja bisa tetap jadi destinasi unggulan yang aman dan menarik.

Dengan fondasi budaya yang kuat plus strategi modern, Jogja jelas punya peluang besar. Dari libur Maulid Nabi ini terbukti, meski ada badai demo, pariwisata bisa tetap bangkit dan memberi harapan baru.
Posting Komentar
Kembali ke atas