Notifikasi
General

DPRD DIY Masih Terima Tunjangan Rumah Puluhan Juta Sebulan, DPR RI Dicabut


Di Jogja yang katanya kota sederhana, angka tunjangan anggota DPRD DIY bikin warganet terhenyak. Bayangkan satu anggota bisa meraup puluhan juta sebulan hanya dari tunjangan perumahan dan transportasi yang sah diatur lewat pergub.

Ringkasan Artikel:
  • Anggota DPRD DIY kantongi tunjangan rumah hingga Rp 27,5 juta.
  • Tunjangan transportasi dewan setara harga motor sport baru.
  • Total gaji dewan Jogja bisa tembus Rp 60 juta per bulan.
  • Publik nyinyir tunjangan dianggap tak adil di tengah UMP Rp 2 juta.
  • Sekwan sebut tunjangan legal dan biaya demokrasi memang mahal.

Tunjangan rumah anggota dewan setara cicilan mobil mewah

Besaran tunjangan perumahan DPRD DIY bukan recehan. Ketua dewan kantongi Rp 27,5 juta sebulan, wakil Rp 22,9 juta, sementara anggota Rp 20,6 juta. Angka ini lebih tinggi dari gaji dosen senior yang tiap hari jungkir balik urus mahasiswa.

Tunjangan ini diklaim untuk sewa rumah jika anggota berdomisili di luar kota. Tapi warganet nyinyir menyamakan nilainya dengan cicilan mobil mewah. Kalau di kampung, duit segitu bisa dipakai bangun rumah permanen tiga kamar dengan dapur luas.

Pergub Nomor 78 Tahun 2019 jadi dasar hukumnya. Regulasi ini bukan hasil obrolan warung kopi, tapi produk hukum resmi. Meski begitu, tak sedikit publik mempertanyakan keadilan di balik angka fantastis itu.

Transportasi anggota DPRD nilainya bisa beli motor tiap bulan

Selain rumah, ada juga tunjangan transportasi. Ketua DPRD DIY dapat Rp 22,5 juta, wakil Rp 19,5 juta, dan anggota Rp 17,5 juta per bulan. Nilainya setara harga motor sport baru tiap bulan, bikin warga biasa cuma bisa geleng kepala.

Pergub Nomor 77 Tahun 2024 mengatur tunjangan ini. Logikanya, uang itu untuk mendukung mobilitas dewan. Tapi publik kadang sinis karena transportasi umum Jogja masih semrawut dan jauh dari nyaman. Bandingkan dengan jalur Trans Jogja yang penuh drama.

Meski begitu, dewan tetap menyebut angka ini wajar. Mobilitas politik dianggap tak bisa disamakan dengan pekerja biasa. Namun di mata publik, perbandingan ini terasa jomplang dengan realita biaya hidup warga Jogja.

Total gaji dewan Jogja bikin banyak pekerja terengah engah

Jika semua komponen digabung, anggota DPRD DIY kantongi Rp 49 juta per bulan. Wakil ketua bisa sampai Rp 53 juta, sedangkan ketua tembus Rp 60 juta. Angka itu bikin banyak pekerja merasa kerja kerasnya tak ada apa-apanya.

Selain rumah dan transportasi, ada tambahan dana operasional, reses, hingga komunikasi. Jadi bukan cuma rumah dan bensin, dewan juga dapat paket lengkap. Seolah kehidupan mereka didesain bebas pusing mikirin biaya sehari-hari.

Kontrasnya makin terasa ketika dibandingkan dengan UMP Jogja yang hanya Rp 2,2 juta. Bagi buruh atau pekerja kreatif, angka puluhan juta sebulan terasa mustahil, sementara untuk dewan itu rutinitas.

Publik nyinyir dewan disebut hidup lebih manis dari rakyat

Sekwan DPRD DIY, Yudi Ismono, menegaskan tunjangan itu legal dan dijamin aturan. Menurutnya, publik sering menilai sepihak. Katanya demokrasi di negeri ini masih mahal, dan biaya politik tidak kecil.

Yudi menambahkan, membandingkan gaji dewan dengan guru atau buruh dianggap tak relevan. Lingkup kerja dan tanggung jawab berbeda. Meski begitu, publik tetap sulit menelan argumen itu karena kesenjangan makin terlihat nyata.

Komentar Yudi justru mempertebal satir publik. Warganet membandingkan tunjangan rumah dewan dengan harga motor baru. Meme dan sindiran bertebaran, menegaskan kalau isu gaji dewan ini memang gampang menyulut emosi.

Sorotan publik bisa picu revisi aturan tunjangan dewan

Gelombang protes masyarakat soal tunjangan DPR RI ikut menyeret sorotan ke daerah. Walau DPR RI sudah kehilangan tunjangan rumah, DPRD DIY masih adem ayem menunggu regulasi baru. Pertanyaannya, apakah kebijakan pusat akan menetes ke Jogja.

Dampak tunjangan besar ini tentu menyedot APBD. Sekwan menegaskan kapasitas fiskal sudah dihitung matang. Namun bagi publik, kata matang tidak cukup. Yang penting adalah adil dan sesuai rasa keadilan sosial.

Revisi aturan masih mungkin terjadi jika ada kebijakan nasional baru. Hingga kini, DPRD DIY masih menunggu instruksi pusat. Publik berharap momentum ini jadi pintu evaluasi agar kebijakan lebih berpihak pada rakyat.
Posting Komentar
Kembali ke atas