Notifikasi
General

Raperda Riset, Upaya Akhiri Dominasi Proyek Pembangunan

Pembangunan asal-asalan di Yogyakarta sedang diujung tanduk. DPRD DIY kini menggodok aturan yang akan memaksa setiap kebijakan pembangunan berdasar pada data dan riset, mengakhiri era perencanaan yang mengandalkan rutinitas belaka.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Riset, Invensi, dan Inovasi Daerah ini digadang-gadang menjadi landasan hukum untuk membangun ekosistem pengetahuan yang solid. Aturan ini lahir dari kegelisahan bahwa selama ini, potensi besar DIY di ekonomi kreatif, pariwisata, dan pendidikan kerap terbentur koordinasi yang amburadul dan pendanaan yang terbatas.

“Sinergi dan kolaborasi antarlembaga sangat penting guna memperkuat penyelenggaraan riset. Fungsi tersebut sangat vital, terutama dalam menentukan arah pembangunan yang benar,” tegas Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda, Eko Suwanto, Rabu (15/10/2025). Tekanan pada kata "benar" itu bukan tanpa alasan. Ia menyatakan Pansus terbuka pada partisipasi publik dan lembaga seperti BRIN, karena targetnya jelas: kebijakan yang menyejahterakan, bukan sekadar proyek.

Di forum public hearing Senin (13/10/2025), Dr. Sri Nuryati dari BRIN menyodorkan data yang menohok: 506 dari 508 kabupaten/kota di Indonesia sudah membentuk BRIDA. DIY, dengan segala keunggulannya, tak boleh ketinggalan. "Daerah tidak bisa hanya mengandalkan rutinitas," serunya. Tantangan nyata seperti infrastruktur dan koordinasi harus dipecahkan.

Di lapangan, secercah harapan sudah tampak. Kajian teknologi pangan untuk stunting dan gerakan ekonomi lokal 'Bela dan Beli Kulonprogo' adalah bukti bahwa riset bisa menyentuh langsung kehidupan warga. Namun, ini baru setetes air di lautan masalah.

Andi Sandi, Sekretaris UGM, menyoroti persoalan klasik: data yang berantakan. "Riset harus bisa memberikan solusi, dapat dijalankan, dan mampu menyelesaikan masalah. Hasil riset juga sebaiknya memiliki nilai ekonomi," ujarnya. Ini adalah kritik halus bahwa selama ini, banyak riset yang berakhir sebagai tumpukan kertas di perpustakaan.

Raperda ini ingin mengubah segalanya. Ia akan memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dan katalisator. Jika berhasil, Yogyakarta tak lagi sekadar kota pelajar, tapi laboratorium hidup pembangunan berbasis riset untuk Indonesia. Jika gagal, ia hanya akan menjadi dokumen bagus yang mengikuti ratusan perda lain yang tak berdampak.

Kembali ke atas