Kendala Modal dan Legalitas Jadi Penghambat Koperasi Desa Merah Putih
DPRD DIY akhirnya bikin pansus buat ngulik sengkarut lahan kas desa. Publik nyorot, aktivis curiga, pemerintah desa dagdigdug, dan rakyat kecil cuma bisa nonton drama politik ini dari pinggir lapangan.
Ringkasan Artikel:
- DPRD DIY bentuk pansus soal lahan kas desa.
- Polemik lama yang penuh kepentingan akhirnya dibongkar.
- Aktivis minta pansus jangan jadi panggung politik.
- Pemerintah desa terhimpit tekanan warga dan aturan.
- Publik menunggu hasil pansus apakah solusi atau ilusi.
DPRD DIY Bentuk Pansus Biar Gak Dibilang Tidur
Langkah DPRD DIY membentuk pansus soal lahan kas desa bikin geger. Selama ini isu itu kayak api dalam sekam, udah panas tapi pura-pura adem. Publik berharap ini bukan sekadar show politik.
Bentuk pansus dianggap telat, tapi lebih baik daripada tidak. Aktivis menilai DPRD baru gerak setelah tekanan publik makin besar. Netizen pun sinis, nanya apakah hasilnya bakal nyata atau cuma laporan tebal penuh basa-basi.
Di sisi lain, pansus ini disebut bakal memanggil berbagai pihak. Mulai dari pejabat desa, dinas, sampai pengusaha yang doyan sewa lahan murah. Jadi agak seru, kayak sidang drama yang bikin penasaran endingnya.
Lahan Kas Desa Dari Aset Publik Jadi Aset Siapa
Awalnya lahan kas desa itu buat kepentingan bersama. Tapi lama-lama jadi rebutan kepentingan pribadi. Ada yang disewa murah, ada yang dipakai proyek, ada juga yang nasibnya menguap entah kemana.
Banyak kasus lama yang belum kelar, malah ditumpuk dengan masalah baru. Warga desa sering cuma jadi penonton, karena suara mereka tenggelam di meja para elit. Jadi, pansus ini bisa jadi kesempatan emas, atau cuma basa-basi formal.
Pemerintah desa pun serba salah. Kalau diam dituding kongkalikong, kalau bersuara ditakut-takuti aturan. Situasinya bikin mereka kayak bidak catur, gampang dipindah sesuai strategi pemain besar.
Aktivis Sinis Publik Skeptis
Aktivis anti-korupsi terang-terangan nyinyir. Mereka bilang jangan sampai pansus cuma jadi teater politik. Soalnya publik udah kebal sama drama, yang bikin heboh tapi hasilnya nihil.
Skeptisisme publik makin kuat karena DPRD DIY dianggap punya rekam jejak adem ayem. Kalau sekarang tiba-tiba agresif, wajar kalau orang mikir ada agenda tersembunyi. Bukan rahasia lagi, politik sering punya jalannya sendiri.
Meski begitu, ada juga yang berharap pansus bisa jadi momentum bersih-bersih. Minimal, biar publik tahu siapa saja yang main mata dalam urusan lahan kas desa.
Pemerintah Desa Serba Salah
Di lapangan, perangkat desa jadi sasaran amarah warga. Mereka yang tiap hari ditodong pertanyaan, padahal kendali ada di atas. Pansus seharusnya bisa bikin tekanan itu lebih adil terbagi.
Banyak desa terjebak dalam kontrak panjang yang bikin mereka tak bisa ngapa-ngapain. Akhirnya, desa yang jadi pihak lemah harus tanggung risiko. Padahal keuntungan besar sering lari ke pihak lain.
Kalau pansus serius, mereka harus kasih solusi yang realistis. Bukan sekadar menambah daftar panjang rapat tanpa hasil.
Publik Menunggu Ending Drama
Semua mata sekarang tertuju ke DPRD DIY. Publik penasaran, apakah pansus ini akan jadi langkah nyata atau sekadar panggung sandiwara. Isu lahan kas desa udah lama bikin resah, jadi momen ini krusial.
Kalau hasilnya konkret, DPRD bisa dapat apresiasi publik. Tapi kalau zonk, kepercayaan warga bisa makin rontok. DPRD bisa dicap sekadar lembaga yang pintar bikin rapat, bukan solusi.
Ending drama ini masih ditunggu. Apakah akan ada keadilan buat desa, atau malah makin kabur di balik politik yang berliku.