UU PPSK 2023 Dinilai Gagal, UMKM DIY Tetap Diburu Bank Tanpa Ampun!
UMKM DIY turun jalan mendesak DPRD hapus utang pascapandemi. Mereka tercekik bank, aset dilelang murah, sementara DPRD mengaku tak berdaya dan lempar bola ke pusat.
Ringkasan Artikel:
- UMKM DIY demo di DPRD menuntut penghapusan utang pascapandemi.
- DPRD akui banyak UMKM terjepit kredit tapi kewenangan terbatas.
- UU PPSK 2023 dianggap gagal melindungi UMKM dari jeratan utang.
- Aset-aset UMKM disita dan dilelang murah hingga di bawah NJOP.
- DPRD janji fasilitasi tuntutan ke pusat meski solusi masih kabur.
UMKM DIY Tuntut Penghapusan Utang Pasca Pandemi
Ratusan pelaku UMKM DIY mendatangi DPRD menuntut penghapusan utang yang menjerat pasca pandemi. Mereka merasa ditekan bank dengan ancaman lelang aset. Suara lantang ini jadi teriakan kolektif dari usaha kecil yang makin megap.
Ketua Bidang Advokasi UMKM DIY, Waljito, menyebut restrukturisasi bank malah bikin masalah makin runyam. Bunga, denda, dan pokok utang dipukul rata, bukan meringankan tapi justru membengkakkan beban. Para pelaku usaha kian terjebak.
Waljito menegaskan banyak UMKM gagal bayar bukan karena nakal. Pandemi adalah bencana yang bikin omzet anjlok. Ia bilang ini force majeure, bukan moral hazard. Pemerintah diminta hadir bukan sekadar janji kosong.
DPRD DIY Akui UMKM Terjerat Utang Belum Terbayar
Ketua DPRD DIY, Nuryadi, buka suara soal aksi ini. Ia mengaku banyak UMKM kini sulit bayar cicilan. Menurutnya jika tak ada pandemi, mereka tetap bisa jalan. Kondisi sekarang membuat banyak aset terancam dijual murah ke bank.
Nuryadi bilang DPRD tak bisa memutuskan penghapusan utang. Namun mereka siap jadi jembatan agar aspirasi UMKM bisa sampai ke pusat. Ia menegaskan langkah lembaganya sebatas mendorong surat dan membuka akses pertemuan resmi.
Ia mengaku sudah menerima laporan UMKM yang diancam bank. Ada yang ditekan jual aset, ada yang kesulitan bayar bunga. DPRD menyadari tekanan makin berat. Karena itu, kata Nuryadi, peran pusat dan gubernur sangat dibutuhkan.
Tuntutan UMKM Akan Didorong Hingga Ke Jakarta
DPRD menyebut langkah paling realistis adalah mengirim surat resmi ke lembaga keuangan. Tujuannya agar penagihan bisa ditunda. Mereka juga akan menyampaikan aspirasi ke kementerian di Jakarta untuk mencari payung hukum jelas.
Selain itu DPRD berencana mempertemukan UMKM dengan gubernur DIY. Pertemuan ini diharap bisa jadi pintu negosiasi lebih tinggi. Meski begitu, solusi instan belum terlihat. Proses birokrasi dipastikan makan waktu cukup lama.
Nuryadi menekankan DPRD hanya punya kekuatan lembaga, bukan eksekusi. Ia berharap pusat bisa paham kondisi. Ia bilang semoga lembaga lain juga ikut memahamkan keadaan. Tapi janji ini belum tentu menjawab jeritan UMKM.
Restrukturisasi Kredit Dinilai Gagal Ringankan UMKM
Waljito menilai restrukturisasi yang dijalankan bank cuma formalitas. Kelonggaran tiga bulan angsuran lalu diperpanjang, tapi bunga dan denda menumpuk. Hasilnya, utang makin bengkak, bukannya memberi napas bagi pelaku usaha.
Ia menyoroti UU PPSK 2023 yang semestinya melindungi UMKM. Namun pelaksanaannya tak berjalan. Justru bank makin agresif mengejar cicilan. Menurutnya, undang-undang tak punya arti jika tak berpihak pada warga yang terdampak.
Banyak UMKM akhirnya terjebak aturan kaku perbankan. Padahal mereka butuh kebijakan fleksibel. Waljito menegaskan pandemi bukan kesalahan moral tapi bencana. Mestinya UMKM mendapat perlakuan berbeda dari debitur biasa.
Sita Aset Dan Lelang Murah Jadi Teror Baru UMKM
Waljito mengungkap praktik sita dan lelang makin liar. Aset pelaku UMKM dijual di bawah NJOP. Utang seratusan juta bisa membengkak berkali lipat. Harta yang nilainya miliaran melayang hanya dengan harga separuh di pelelangan.
Ia mencontohkan kasus utang Rp150 juta bengkak jadi Rp1,3 miliar. Aset senilai Rp3,5 miliar dilelang cuma Rp1,5 miliar. Angka ini bikin UMKM makin jatuh. Bukannya terbantu, mereka malah kehilangan segalanya secara cepat.
Menurut komunitas UMKM, pendekatan bank intimidatif. Mereka butuh jalan persuasif, bukan teror lelang. Jika pola ini terus jalan, UMKM bisa mati perlahan. Waljito menegaskan solusi hanya bisa lahir lewat negosiasi manusiawi.
Apa Langkah Selanjutnya Yang Bisa Jadi Harapan UMKM
Komunitas UMKM bertekad tetap menekan DPRD agar tidak diam. Mereka menuntut tindak lanjut konkret, bukan hanya janji. Jika tidak, usaha kecil bisa kolaps lebih banyak. Tekanan ini akan terus digelorakan di jalanan.
DPRD DIY menunggu respons pusat dan berharap gubernur bisa memimpin negosiasi. Namun kecepatan birokrasi sering berlawanan dengan kecepatan krisis di lapangan. UMKM tak punya waktu untuk menunggu panjang.
Pertanyaan terbesar kini adalah seberapa serius pemerintah melindungi UMKM. Jika tidak segera ada langkah nyata, sektor kecil ini bisa benar benar roboh. Dan saat itu terjadi, dampaknya akan mengguncang ekonomi daerah.